Text
Caping Kalo : Riwayat Penutup Kepala Perempuan di Kota Kretek
CAPING DIHORMATI sebagai benda fungsional sekaligus benda sakral yang dekat dengan tradisi. Hal ini membuat caping berubah menjadi sebuah simbol yang memainkan "dual functions", yakni "revealing" atau membuka diri dan membuat dirtnya menjadi jelas, sekaligus "concealing" atau merahasiakan din agar tak diketahui. Didunia persilatan, seorang pendekar seringkali digambarkan turungunung dengan memakaicaping. Dalam tulusan ins, Bung Edy members rasa hormat pada sekeping sejarah caping dengan empati yang hangat. Bagaimanapun, di bawah terik matahari, kita tetap butuh caping. Mohamad Sobary, budayawan
KOTA KUDUS menyimpan banyak sejarah, budaya, serta tradisi lokal yang terus hidup dan dipelihara warganya. Tak lekang digerus zaman. Tengok saja rokok kretek, misalnya, yang sudah menjadi tulang punggung Indust asli warga bumputra sejak awal abad 20. Ia mampu bertahan melewati tekanan masa kolonial dan depresi besar dunia tahun 1929. Jauh sebelum rokok kretek, ada satu lagi produk asli Kudus yang kehadirannya dicatat rape oleh J. C. M Radermacher, Ketua Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschaapen, dalam buku katalog keluaran tahun 1877: yakni Gaping Kalo!
BUKU YANG DISUSUN oleh tim sejarawan Kudus, Edy Supratno dan kawan-kawan, ini merekam dengan lengkap dan cermat perjalanan Gaping Kalo, sejak sekadar berfungsi sebagai penutup kepala wong cilik, kaum ton, lalu berkembang pesat menjadi produk dagang pada masa Cultuurstelsel, kemudian beranjak menjadi pelengkap kostum resmi untuk personel Eropa maupun bumiputera di chinas kehutanan, dan akhirnya terangkat derajatnya menjadi pelengkap busana adat Kudus. Sebuah catatan penuh manfaat bagi mereka yang ingin mengenal warisan masa lalu kota Kudus.
Tidak tersedia versi lain